Siapapun bisa Kena DBD Berat, Jangan Sampai Terlambat!
siapapun_kena_DBD

Siapapun bisa Kena DBD Berat, Jangan Sampai Terlambat!

Pasti ada orang di sekitar kita yang pernah kena demam berdarah dengue (DBD); ntah keluarga, teman, atau tetangga. “Sahabatku ada yang kena DBD waktu hamil, sehingga harus melahirkan secara caesar,” ungkap Tasya Kamilla. Artis peran dan penyanyi ini sendiri bersyukur bahwa dirinya, suami, dan kedua anaknya belum kena DBD. Namun hal tersebut tidak lantas membuatnya lengah. “DBD tidak pandang bulu. Siapa saja, tinggal di mana pun, bisa kena,” imbuhnya.

Kasus dengue pertama di Indonesia ditemukan di Jakarta dan Surabaya pada 1968. “Setelah itu menyebar ke seluruh daerah di Indonesia. Sudah lebih dari setengah abad, DBD masih jadi masalah kesehatan yang serius di negara kita,” ujar Wakil Menteri Kesehatan RI dr. Dante Saksono Harbuwono, Sp.PD, Ph.D, KEMD, dalam diskusi media bertajuk Waspada DBD: Lindungi Keluarga, Selamatkan Masa Depan di Jakarta (23/4/2025) yang diinisiasi oleh PT Takeda Innovative Medicines bekerja sama dengan Kementerian Kesehatan RI.

Tahun 2024 menjadi rekor kasus dengue tertinggi di sepanjang sejarah Indonesia, dengan 244.409 kasus dan 1.430 kematian. Gawatnya lagi, angka kematian ini menyumbang >10% kematian akibat dengue global di 2024, yang berjumlah 10.000 kematian. Untuk tahun ini, tercatat 38.000 kasus dan 182 kematian per April 2025.

 

DBD Bukan Penyakit Biasa

Sebegitu seringnya kita mendengar orang di sekitar kita kena DBD, hingga tanpa sadar, kita menganggapnya sebagai hal ‘biasa’. “Hanya 30% orang yang menganggap dirinya bisa kena dengue. Padahal, DBD bukan penyakit biasa, bukan cuma soal turun trombosit. Ini soal kematian,” ujar dr. Dirga Sakti Rambe, M.Sc, Sp.PD, FRSPH, FINASIM.

Dokter spesialis penyakit dalam dan vaksinolog ini menyesalkan, banyak yang beranggapan bahwa trombosit turun itu biasa saja, dan akan naik lagi. “Saya pernah menjumpai pasien yang trombositnya tiba-tiba turun cuma 5.000. Trombosit di bawah 10.000 itu risiko perdarahan otak sangat tinggi, bisa fatal,” tegas dr. Dirga.

Ia melanjutkan, naik turun trombosit tidak bisa diprediksi. “Turunnya trombosit tidak bisa dicegah. DBD tidak ada obatnya. Pasien yang dirawat di RS hanya diberi terapi suportif. Misalnya obat-obatan untuk mengurangi keluhan seperti sakit kpala dan mual. Kalau ada dehidrasi diberikan infus,” paparnya.

Jangan Sampai Terlambat!

Kunci pengobatan DBD adalah penanganan yang tepat, jangan sampai terlambat. Waspada bila ada demam 1-2 hari. “Segera periksa ke faskes; pastikan itu bukan dengue. Sebagian besar kematian akibat dengue itu akibat keterlambatan,” tegas dr. Fadjar SM Silalahi, Ketua Tim Kerja Arbovirosis, Kementerian Kesehatan RI.

Ia menyayangkan, masih banyak yang baru ke dokter setelah 3-4 hari demam, dan tidak melakukan perawatan yang baik di rumah. Dianggap hanya masuk angin. Begitu dicek, ternyata ‘kecolongan’; trombosit sudah <10.000.

Memang, tidak semua yang kena DBD harusi dirawat di RS. Yang perlu dirawat adalah mereka dengan gejala berat. Bila keluhan ringan bisa rawat jalan, tapi tetap harus waspada selama seminggu ke depan. Lakukan apa yang disarankan oleh dokter, dan perhatikan tanda-tanda fase kritis, yang bisa terjadi pada hari 4 atau 5 sejak demam pertama kali muncul.

Di fase ini demam biasanya mulai turun, tapi bisa naik kembali. Bisa pula disertai dengan nyeri perut hebat. Pada fase kritis inilah bisa terjadi perdarahan dan dehidrasi, yang bisa berakibat fatal. Kenali gejala fase kritis, dan segera bawa pasien ke RS terdekat untuk seera mendapat pertolongan yang tepat.

Jangan kira hanya anak-anak yang bisa kena DBD berat. Orang dewasa dan lansia pun bisa mengalaminya. “Orang dewasa yang memiilki banyak komorbid, risikonya terhadap DBD berat lebih tinggi secara signifikan,” tandas dr. Dirga.

Jangan anggap enteng DBD, dan jangan anggap sebagai “penyakit anak-anak”. Siapapun bisa kena DBD. Jangan lengah, mereka yang memiliki komorbid seperti hipertensi, penyakit jantung, dan penyakit lainnya, lebih berisiko mengalami DBD berat. (nid)

____________________________________________

Ilustrasi: Image by jcomp on Freepik