perbedaan radioterapi eksternal dan internal
perbedaan radioterapi eksternal dan internal

Perbedaan Radioterapi Eksternal dan Internal Dalam Terapi Kanker

Salah satu terapi kanker yang banyak digunakan ialah radioterapi (terapi radiasi). Terdapat dua jenis terapi radiasi: radioterapi eksternal (external beam) dan internal (internal beam). Keduanya terbukti membantu meningkatkan kesembuhan dan harapan hidup pasien.  

Kanker adalah penyebab kematian nomor dua di dunia, menyebabkan 9,6 juta kematian per tahunnya. Di Indonesia, Kementerian Kesehatan RI mencatat ada sebanyak 396.314 kasus baru setiap tahun. 

Salah satu penanganan kanker adalah terapi radiasi, di mana sebanyak 50-60% dari semua pasien kanker memerlukan radioterapi. Laporan di jurnal Lancet Oncology (2015) menjelaskan bahwa radioterapi adalah komponen penting dan tidak terpisahkan dari pengobatan dan perawatan kanker. 

“Untuk banyak kanker yang paling umum di negara berpenghasilan rendah dan menengah, radioterapi sangat penting untuk pengobatan yang efektif. Di negara-negara berpenghasilan tinggi, radioterapi digunakan pada lebih dari separuh kasus kanker untuk menyembuhkan penyakit lokal, meredakan gejala, dan mengendalikan kanker yang tidak dapat disembuhkan,” tulis Rifat Atun, et al, dalam laporannya.

Dokter Onkologi Radiasi, Prof. Dr. dr. Soehartati A. Gondowihardjo, SpRad(K), Onk, Rad. mengatakan, “Minimal satu dari dua orang penderita kanker, selama menjalani perjalanan terapi kanker pasti memerlukan terapi radiasi.” 

Radioterapi merupakan terapi yang tidak berwarna, tidak berasa dan tidak dapat disentuh. “Oleh karena itu, proses quality control sangat penting untuk memastikan radiasi diberikan secara aman, tepat dan berkualitas,” tambahnya. 

Radioterapi eksternal

Terapi radiasi sinar eksternal (external beam) adalah yang paling umum digunakan untuk mengobati berbagai jenis kanker. Radioterapi eksternal berasal dari mesin yang mengarahkan radiasi ke kanker. 

Ini adalah terapi lokal, artinya merawat bagian tertentu dari tubuh pasien. Misalnya, untuk kanker paru, pasien akan mendapatkan radiasi (bisa memakai partikel foton, proton atau elektron) ke dada, bukan seluruh tubuh. 

Mesin memfokuskan sinar radiasi ke lokasi yang tepat, sedemikian rupa untuk memaksimalkan radiasi mencapai kanker, tetapi juga untuk mempengaruhi jaringan normal sesedikit mungkin. 

Menurut American Cancer Society, kebanyakan pasien mendapatkan terapi radiasi eksternal sekali sehari, dalam lima kali seminggu, selama beberapa minggu. Radiasi diberikan dalam serangkaian perawatan untuk memungkinkan sel-sel sehat pulih dan membuat radiasi lebih efektif. 

Radiasi internal

Radiaoterapi internal berarti memberikan radiasi dari dalam tubuh. Ada dua jenis utama radiasi internal ini: pemberian cairan radioaktif (radioisotope atau terapi radionuclide) dan brachytherapy (memasang implan radioaktif).

Melansir Cancer Research UK, radioterapi internal memberikan radiasi dosis tinggi dengan efek samping yang lebih sedikit, dibanding radioterapi eksternal. Ini karena radiasi diberikan dari dalam tubuh, dekat sel kanker, sehingga mempengaruhi lebih sedikit sel sehat. 

Radioterapi internal hanya cocok untuk kanker yang lebih kecil. Kadang pasien menjalani radioterapi internal sebagai dorongan ke area kecil, setelah melakukan radioterapi eksternal. 

Kombinasi untuk hasil yang lebih baik

Marco Lee, Senior Vice President Asia Pacific Japan dari Elekta (produsen alat radioterapi), menjelaskan bahwa radioterapi bisa meningkatkan harapan hidup pasien kanker stadium 1 dan 2 hingga 70%. 

“Bahkan dengan diagnosa yang presisi bisa hingga 20 persen untuk pasien kanker stadium akhir,” katanya, di sela-sela acara SEAROG ESTRO LIVE COURSE di Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Selasa (20/6/2023). 

Jika dikombinasikan – antara radioterapi eksternal dan internal – tambah Marco, harapan hidup pasien bertambah lagi 10-30 persen. 

“Tentu saja ada efek sampingya. Makannya kami ingin presisi, sehingga hanya target tumor (yang diradiasi), sehingga efek samping minimal. Caranya dengan mengembangkan AI (artificial intelligence), software dan planning system untuk fokus pada perawatan,” tambahnya. 

Prof. Soehartati juga menambahkan, penggunaan alat pencitraan sebelum radiasi dalam menentukan target radiasi menggunakan CT simulator sangat penting, agar terapi radiasi akurat dan presisi. (jie)