Pengobatan IBD: dari Tablet Antiradang hingga Agen Biologis
pengobatan_IBD

Pengobatan IBD: dari Tablet Antiradang hingga Agen Biologis

Sebagaimana telah disebutkan dalam artikel sebelumnya, IBD (inflammatory bowel disease) adalah peradangan usus kronis. “Karena sifatnya kronis, maka pengobatan IBD dilakukan jangka panjang. Kalaupun penyakit ‘sembuh’ bukan sembuh tetap seperti penyakit infeksi, melainkan remisi atau terkendali,” tegas Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, Sp.PD, K-GEH, FACP, FACG, Dokter Spesialis Penyakit Dalam Konsultan Gastroenterohepatologi.

Dalam diskusi media yang diselenggarakan oleh Yayasan Gastroenterologi Indonesia (YGI), Prof. Ari menjelaskan bahwa berbagai pilihan terapi untuk pengobatan IBD telah tersedia di Indonesia. Namun yang pasti, deteksi dini dan pemeriksaan menyeluruh diperlukan untuk menilai pengobatan yang dibutuhkan. “Apakah penyakitnya ringan sehingga cukup dengan obat oral (minum), atau berat dan membutuhkan obat injeksi atau infus,” ujarnya, dalam diskusi yang didukung oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan PT Takeda Indonesia di Jakarta (9/12/2025).

Pejuang IBD Steven Tafianoto Wong, berbagi cerita. Didiagnosis IBD pada 2018, ia telah menjalani bermacam pengobatan dalam satu tahun pertama. “Mulai dari oral, injeksi, sampai intravena (infus). Yang paling ampuh dan saat ini masih berjalan itu pengobatan intravena,” ujar Steven yang kini berusia 23 tahun.

Prof. Dr. dr. Ari Fahrial Syam, MMB, Sp.PD, K-GEH, FACP, FACG (tengah) dan Steven Tafianoto Wong (kanan) / Foto: Ngobras

Pengobatan IBD

Pengobatan IBD berbeda-beda, tergantung berat-ringan penyakit. Berikut ini obat-obatan yang tersedia berdasarkan cara pemberiannya. Semua harus dengan resep dokter.

1. Oral (minum)

Ada beragam jenis obat untuk IBD yang diberikan secara oral. Meliputi: tablet antidarang untuk menekan peradangan, mulai dari yang paling ringan hingga berat seperti kortikosteroid. Beberapa imunomodulator untuk menekan sistem imun juga diberikan via oral.

2. Injeksi

Beberapa obat imunomodulator diberikan melalui injeksi (subkutan) di bawah kulit. “Bentuknya seperti pen insulin, jadi bisa disuntikkan sendiri oleh pasien atau keluarganya,” ujar Prof. Ari.

3. Agen biologis

Pengobatan IBD terbaru yaitu agen biologis, yang juga bekerja pada imun tubuh. Apa bdanya dengan imunomodulator? Obat-obatan imunomodulator menekan sistem imun secara luas, dan memengaruhi banyak sel imun, sedangkan agen biologis bekerja secara tepat dan spesifik hanya menargetkan molekul penyebab peradangan tertentu. “Terapi seperti agen biologis dapat membantu mengendalikan peradangan secara lebih terarah,” ucap Prof. Ari.

4. Operasi

Operasi mungkin diperlukan bila ada sumbatan berat pada usus, yang bisa membahayakan keselamatan pasien. Prof. Ari mengungkapkan, pada IBD kadang terjadi peradangan pada usus buntu dan membutuhkan operasi pengangkatan.

5. Modifikasi gaya hidup

Di samping obat-obatan, tak kalah penting yaitu perbaikan gaya hidup. Makanan yang bsa memicu peradangan seperti makanan berpengawet, tinggi gula, garam dan lemak, harus dihindari atau minimal dibatasi. Sebaliknya, perbanyak makanan segar yang kaya akan nutrisi dan serat. Hindari pula bergadang, karena sangat berpotensi memicu radang.

Ditegaskan oleh Prof. Ari, saat ini berbagai pilihan terapi untuk pengobatan IBD sudah tersedia di Indonesia. “Mulai dari obat simptomatik, hingga terapi definitif, termasuk pilihan terapi biologis,” ucapnya.

Obat-obatan antiradang dan beberapa imunomodulator juga sudah ditanggung oleh BPJS Kesehatan. “Untuk agen biologis intravena belum ditanggung oleh BPJS. Bila ada pasien yang kesulitan biaya, kita gunakan prinsip ‘tak ada rotan akar pun jadi’, jadi kita berikan obat yang ditanggung oleh BPJS,” tuturnya.

Sebagai pejuang IBD, Steven merasa beruntung terdeteksi secara dini dan bisa mengakses pengobatan terbaru agen biologis sejak awal ke negara tetangga. Kala itu, obat tersebut belum masuk Indonesia. “Mau tidak mau saya ke laur negeri untuk mendapat pengobatan,” ujarnya.

IBD yang dialami oleh Steven termasuk yang berat, sehingga membutuhkan pengobatan IBD yang lebih tepat sasaran. “Harapan kami para pejuang IBD yaitu akses informasi, sumber daya, dan obat yang lebih luas dan mudah,” pungkas Steven. (nid)

_____________________________________________

Ilustrasi: Image by jcomp on Freepik