Gangguan mental tidak hanya menyasar orang dewasa (yang sudah mengalami tekanan hidup), anak dan remaja juga punya kerentanan yang sama. Dengan gejala yang mirip dengan masalah mental lain, orangtua perlu lebih waspada.
Beberapa studi memperlihatkan bahwa kasus gangguan bipolar (GB) dan skizofrenia yang muncul lebih awal terjadi di usia yang lebih muda, dan sering kali tidak terdiagnosis karena salah mengartikan gejala sebagai perilaku remaja yang umum. Kondisi kesehatan mental seperti ini bisa mengganggu perkembangan, pendidikan, dan hubungan remaja jika tidak diobati dengan tepat.
Prof. Dr. dr. Tjhin Wiguna, SpKJ, SubSp A.R. (K), MIMH, Guru Besar Psikiatri Subspesialis Anak dan Remaja FKUI-RSCM, menjelaskan gangguan bipolar terjadi karena beberapa faktor risiko seperti genetik, lingkungan, neurobiologis dan psikososial.
Demikian juga skizofrenia, faktor genetik juga berperan, anak yang lahir dari orangtua menderita skizofrenia lebih rentan mengembangkan skizofrenia. Selain itu ada masalah perinatal / komplikasi sejak lahir, lingkungan dan kelainan struktur otak (neurodevelopmental).
Insidensi gangguan bipolar di kalangan anak/remaja bisa dimulai usia 15 hingga 24 tahun. Kejadian bipolar lebih jarang didiagnosis pada anak-anak di bawah 13 tahun, namun diperkirakan lebih dari 3% dari semua anak-anak dan remaja memiliki beberapa bentuk gangguan emosi dan mental.
Childhood-onset schizophrenia (COS) yang didefinisikan sebagai timbulnya skizofrenia sebelum usia 13 tahun, diperkirakan prevalensinya sekitar 0,04%, atau 1 dari 10.000 anak. Early-onset schizophrenia (EOS), atau onset yang terjadi sebelum usia 18 tahun, lebih umum terjadi, mencakup sekitar 8% dari seluruh kasus skizofrenia.
Gejala mirip dengan gangguan emosi normal
Periode remaja lekat dengan gejolak emosi – dipengaruhi perubahan hormonal – sehingga sering kali orangtua merasa gejala gangguan bipolar atau skizofrenia yang muncul sebagai hal normal.
Gejala gangguan bipolar umumnya mencakup episode mania (suasana emosi mudah marah, penuh energi, banyak ide, dll), episode depresi (suasana sedih mendalam dan keinginan bunuh diri), dan campuran antara keduanya.
Namun gejala ini sulit dikenali pada anak-anak dan remaja. Sering kali sulit untuk membedakan apakah gangguan mood adalah hal yang biasa akibat kenakalan anak dan remaja, stres atau trauma, atau apakah itu tanda-tanda dari bipolar.
Salah satu tanda GB yang paling terlihat pada anak-anak dan remaja yang perlu disoroti adalah perubahan suasana hati yang parah. Keluarga dan orang sekitarnya harus mampu membedakannya dari mood swing biasa.
“Pada anak/remaja (dengan GB atau skizofrenia) perubahan mood ini lebih berat, tantrum berlebih pada hal-hal sederhana. Signifikan memengaruhi perilaku, energi, tingkat aktivitas dan kemampuan anak untuk berfungsi di sekolah atau rumah,” ujar Prof. Tjhin, pada acara Compliance and Care, a road to recovery for individual with Bipolar and Schizophrenia, di Jakarta (14/5/2025).
Mungkin terjadi episode yang lebih campur aduk, siklus mania dan depresif yang cepat (dalam sehari) dan mudah tersinggung yang parah. Mereka mungkin juga mengalami masalah tidur, seperti membutuhkan tidur yang lebih sedikit, atau tidur berlebihan selama fase depresi.
Demikian juga gejala skizofrenia pada remaja, lebih sulit dikenali dibanding pada orang dewasa. Umumnya kondisi ini dapat mengakibatkan halusinasi, delusi, serta pikiran dan perilaku yang tidak teratur.
Halusinasi termasuk pada melihat atau mendengar suara-suara yang tidak nyata. Delusi melibatkan keyakinan kuat tentang hal-hal yang tidak benar.
Gejala awal skizofrenia pada remaja (sebelum akhirnya mengalami halusinasi, delusi, dan disorganisasi) akan nampak seperti perilaku umum pada remaja.
Bisa diawali dengan keterlambatan bahasa/bicara yang tidak biasa pada masa anak-anak. Kemudian terjadi penarikan diri dari pergaulan, memiliki perhatian dan ingatan yang buruk, penurunan prestasi sekolah, muncul pikiran aneh, hingga halusinasi (biasanya berupa pendengaran).
“Kalau remaja normal dengan perubahan perilaku dan hormonal ia tetap dapat bersekolah dengan baik, bersosialisasi dengan baik. Demikian juga untuk tantrum pada anak, setiap anak pasti pernah tantrum, tapi kalau tantrumnya itu sudah tidak bisa dikendalikan, menjadi distress untuk anak itu, ini menjadi sesuatu yang menjadi perhatian kita. Apakah ini pasti bipolar atau skizofrenia, belum tentu. Tetapi pasti ada masalah lain pada anak/remaja ini yang perlu diselesaikan,” jelas Prof. Tjhin. (jie)