Metode bedah merupakan cara paling efektif untuk mengatasi kanker usus besar, terutama bila penyakit masih terlokalisir. Usus Abdullah dipotong 40 Cm, dari total panjang sekitar 1 meter. Sakit pasca-operasi, berlangsung beberapa minggu. Ia membayangkan mungkin seperti itu sakitnya ibu yang melahirkan. Operasi tersebut membuatnya “lumpuh”, karena pada dasarnya Abdullah orang yang aktif dan dinamis.
Cerita belum berhenti. Dua bulan pasca-operasi, Abdullah harus menjalani kemoterapi untuk memastikan sel-sel kanker itu mati. Fase ini juga merupakan penderitaan. “Rasanya lebih dahsyat lagi. Rambut rontok sih biasa, tapi saya juga sulit makan minum, paling hanya minum setetes dua tetes,” ujar Direktur Karim Business Consulting ini. Tubuh rasanya juga tidak jelas. Tidak sinkron antara perintah otak dan otot. “Jadi, kayak orang breakdance.”
Baginya, kemoterapi adalah moment terberatnya. Tak heran banyak yang tidak bisa melewati tahap ini. Termasuk sang paman, yang menderita sakit yang sama dalam waktu hampir bersamaan. Pamannya itu meninggal setelah 3x kemoterapi. “Saya secara genetik memang punya risiko kanker, dari garis ayah,” katanya.
Tapi, ia menduga penyakitnya bukan karena itu. Bukan pula karena pola makan yang salah atau kurang olahraga, karena ia hobi makan sayur dan hobi renang. Bahkan, ketika muda dulu ia ikut klub renang. “Kata dokter, penyakit saya lebih karena rokok. Dulu saya perokok berat,” ujarnya.
Abdullah menjalani 12x kemoterapi selama 1 tahun. Tidak selalu berjalan mulus seperti yang ditargetkan tim dokter. Jadwal awal kemo 2 minggu sekali, bisa mundur menjadi 3 minggu sekali, tergantung kekuatan fisik. Evaluasi dilakukan, dilihat kadar Hb dan trombosit, baru kemudian ditentukan kapan bisa dikemoterapi lagi.
Baca juga : Abdullah Al Juffry, “Ditipu” Dokter Bedah 1
Ada saatnya ia seperti terombang-ambing antara sembuh atau tidak. “Saya kadang tidak berdaya dengan tusukan jarum yang kecil. Ada tarik-menarik antara kesakitan dan kepastian, kesedihan dengan kegembiraan,” kenangnya.
Namun, dukungan keluarga dan teman-teman dekat serta doa, menguatkannya untuk bertahan. Ia meyakini, setiap penyakit yang diberikan Allah, lengkap dengan obatnya.
Setelah melewati kemoterapi, setahun berikutnya (2002) Abdullah dinyatakan sembuh. Namun, ia tetap rutin check up 6 bulan sekali. “Setelah 10 tahun saya, check up 2 tahun sekali,” katanya.
Bagaimana perasaannya setelah sehat kembali? “Setiap organ diciptakan Allah lengkap manfaatnya, jika dikurangi sedikit saja pasti ada dampaknya. Apalagi usus sampai dipotong 40 Cm. Saya sekarang sering BAB (buang air besar),” ia tersenyum.
Sebagai survivor, kini ia aktif memberi pendampingan pada penderita kanker kolon yang lain. “Rata-rata, pasien yang saya dampingi gejalanya sama seperti saya, dikira sakit maag. Ada yang masih stadium 2B seperti saya, tapi sudah menyebar ke kelenjar getah bening. Yang terpenting bagi pasien adalah dukungan dari keluarga; itu sangat berarti,” katanya. (jie)