Keterlambatan deteksi dan terbatasnya akses terapi, masih jadi tantangan dalam pengobatan kanker payudara di Indonesia. Banyak pasien kanker payudara yang datang pada stadium lanjut, karena tidak bergejala. Tak heran, kanker ini menjadi kanker penyebab utama kematian perempuan di Indonesia.
Pada stadium awal, kanker payudara sering kali terdeteksi secara tidak sengaja, ketika melakukan medical check-up (MCU). Melakukan MCU rutin terasa biasa bagi mayoritas orang. Namun khusus untuk pemeriksaan payudara, umumnya perempuan agak takut atau cemas.
“Di MRCCC, kami imbau perempuan untuk periksa kanker payudara ketika melakukan MCU. Kadang terdeteksi hasil yang tidak diharapkan. Tapi jauh lebih baik hasilnya ketahuan di awal, sebelum ada gejala,” ujar dr. Agnes, Kepala Departemen Medical Check Up MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. Hal ini diungkapkannya dalam diskusi media dalam rangka Bulan kesadaran Kanker Payudara di Jakarta, Selasa (28/10/2025).
Skrining dan Deteksi Dini
Skrining kanker payudara dilakukan dengan melakukan SADARI scara rutin setiap bulan. Yang terbaik yaitu satu minggu setelah menstruasi, karena pada masa ini, tidak ada pengaruh hormon pada payudara. Bila menemukan ada yang aneh saat melakukan SADARI, segeralah ke Puskesmas untuk SADANIS (pemeriksaan payudara klinis).
Bila dokter menemukan kecurigaan saat melakukan SADANIS, maka pemeriksaan dilanjutkan dengan USG payudara, untuk deteksi dini. “Untuk payudara, digunakan USG dengan resolusi tinggi, agar hasil pencitraannya jelas. Kalau lesinya kecil payudara besar, dan kanker terletak di dalam, takutnya tidak terlihat dengan USG biasa,” ujar dr. Nina I.S.H. Supit, Sp.Rad PRP (K), Kepala Departemen Radiologi MRCCC Siloam Hospitals Semanggi.
Ia melanjutkan, mammografi menjadi gold standard untuk deteksi dini kanker payudara. “Mammografi disarankan untuk usia 40 tahun ke atas. Untuk yang berusia 35 tahun sampai 40 tahun ke bawah, pemeriksaannya dengan USG,” terangnya. Namun pada perempuan dengan faktor risiko misalnya ada riwayat kanker payudara di keluarga, maka boleh melakukan mammografi sejak usia 35 tahun.
Semua ini adalah upaya menemukan kanker pada stadium dini. MRCCC memiliki Program SELANGKAH (Semangat Lawan Kanker), berupa pemeriksaan payudara gratis untuk semua wanita di 38 rumah sakit Siloam di seluruh Indonesia.
Hal ini diamini oleh dr. Siti Nadia Tarmizi, Direktur Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan RI, dan sejalan dengan Rencana Aksi Nasional Kanker 2024-2034 untuk memperkuat skrining dan deteksi dini.
Cakupan skrining kanker payudara dengan mammografi di Indonesia masih rendah. Penyebabnya bermacam-macam. “Biasanya karena takut atau enggan. Payudara dianggap sebagai organ intim, sehingga enggan bila diraba atau diperiksa oleh tenaga medis. Ada juga kultur harus izin dulu ke suami. Atau takut menghadapi hasilnya merasa lebih baik tidak tahu daripada tahu dan akhirnya jadi kepikiran,” tutur dr. Nadia.
Selain itu, ada juga faktor keterbatasan alat dan tenaga medis. Dari sekitar 3.000 rumah sakit di Indonesia, hanya sekitar 200 rumah sakit yang memiliki alat mammografi. “Pemerintah berkomitmen untuk tahun 2024 supaya setiap rumah sakit provinsi dilengkapi alat mammografi, serta menambah USG payudaa di Puskesmas,” tegas dr. Nadia.
Pemeriksaan kanker payudara sudah termasuk dalam CKG (Cek Kesehatan Gratis). “Kita juga mendorong agar pemeriksaan kanker payudara sepaket dengan MCU. Makanya kita dorong ketersediaan mammografi. Dulu masih sedikit jadi mahal, sekarang kita sediakan di banyak kota, dan kita dorong mammografi jadi bagian dari MCU,” tandasnya.
Pendekatan Multidisiplin untuk Pengobatan Kanker Payudara
Angka kesintasan kanker payudara mencapai 90% bila ditemukan pada stadium dini. “Namun pada stadium 4, hanya 20%. Jadi makin dini kanker ditemukan makin bagus; pengobatan lebih simple, dan efek samping lebih sedikit,” papar Dr. dr. Andhika Rachman, Sp.PD-KHOM dari MRCCC Siloam Hospitals Semanggi. Namun sayang, kebanyakan pasien datang di stadium 3 ke atas, ketika kanker sudah menyebar, misalnya ke kelenjar gtah bening.
Untuk kasus kanker payudara stadium lanjut, saat ini digunakan pendekatan dengan perawatan multidisiplin. Perawatan multidisiplin ini terbukti dapat meningkatkan kualitas hidup dan kesintasan pasien kanker payudara. “Pendekatan multidisiplin meliputi strategi penanganan pasien dengan melibatkan kolaborasi berbagai spesialis medis dan tenaga pendukung,” jelas Dr. dr. Andhika. Tujuannya, memberikan perawatan yang paling komprehensif, personal, dan efektif bagi pasien.
Dijelaskan oeh Dr. dr. Andhika, pendekatan multidisiplin melihat pasien secara menyeluruh. Tidak hanya dari sisi penyakitnya, tapi juga kondisi fisik, psikologis, sosial, dan kualitas hidupnya. “Di MRCCC Siloam Hospitals Semanggi, kami sudah melakukan pendekatan multidisiplin ini. Pendekatan ini penting karena pada kanker payudara stadium lanjut, penyakit sudah menyebar ke jaringan sekitar atau organ jauh atau metastasis,” tambahnya.
Pengobatan tidak semata berfokus pada tumor di payudara, tapi juga bagaimana mengontrol penyebaran penyakit, mengurangi gejala seperti nyeri atau sesak, mempertahankan fungsi organ, dan menjaga kualitas hidup pasien. “Pendekatan multidisiplin memungkinkan tim medis menyeimbangkan antara efektivitas terapi dan kenyamanan pasien, serta menyesuaikan terapi bila kondisi berubah,” pungkas Dr. dr. Andhika. (nid)
 
                                 
  
 
  







