diabetes_beda_orang_indonesia_bule_insulin_pankreas

Sama-sama Menyandang Diabates, Beda antara Orang Indonesia dan Bule

Penyakit kencing manis atau diabetes mellitus (DM), 77% penderitanya ada di negara berpenghasilan rendah – sedang. Secara global, penyandang DM pada 2014 tercatat 387 juta, diperkirakan meningkat 53% pada 2035 menjadi 592 juta. Ditengarai, satu dari 12 orang adalah penyandang DM. “Dan, satu dari dua diabetesi tidak tahu dirinya menyandang diabetes,” ujar dr. Tri Juli Edi Tarigan, Sp.PD-KEMD, FINASIM, dari RS Cipto Mangunkusumo.

Indonesia menduduki peringkat 5 dunia penyandang DM. Berdasar Riskesdas (Riset Kedehatan Dasar) 2007, prevalensi nasional DM usia >15 tahun yakni 5,7%. Federasi Diabetes Internasional (IDF) tahun 2014 menyebutkan, ada 9,1 juta penyandang DM di Indonesia. “Angka ini diprediksi naik menjadi 14,1 juta jiwa pada 2035,” ujar dr. Tri. Prediksi  Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) lebih mengerikan; dari 8,4 juta penyandang DM di Indonesia pada tahun 2000, akan melonjak menjadi 21,3 juta pada 2030.

DM terjadi karena ada kelainan pada sekresi (pengeluaran) insulin, kinerja insulin atau keduanya. Ada 3 jenis DM: tipe 1 (DM 1), tipe 2 (DM 2), diabetes gestasional dan diabetes tipe lain; misalnya akibat obat. Pada DM 1, pankreas sebagai ‘pabrik’ insulin rusak sehingga tidak bisa memroduksi insulin, hormon yang berperan sebagai ‘kunci’ untuk memasukkan gula di darah ke dalam sel untuk digunakan sebagai energi atau disimpan sebagai lemak. DM 1 biasanya terjadi pada anak-anak (faktor gen). Diabetes gestasional terjadi selama kehamilan, dan sembuh setelah melahirkan.

Yang terbanyak DM 2, lebih 97% dari total prevalensi diabetes. DM 2 diawali pra diabetes, terjadi akibat pola hidup kurang baik. Makan terlalu banyak sumber karbohidrat sederhana seperti tepung dan nasi putih, membuat gula darah melonjak naik. Ini memicu pankreas bekerja keras untuk memroduksi banyak insulin. Timbunan lemak di tubuh (obesitas) ditambah jarang beraktivitas fisik, ‘lubang kunci’ pada sel rusak sehingga gula tidak bisa masuk, meski ‘kunci’-nya (insulin) berlimpah. Akibatnya, gula darah tinggi.

 

Berbeda dengan ‘bule’

Karakteristik penyandang DM 2 di Asia termasuk Indonesia, berbeda dengan ras Kaukasia. Penyandang DM 2 di AS umumnya bertubuh tambun. Penyandang DM 2 di Asia banyak yang tidak terlalu gemuk, bahkan IMT (indeks massa tubuh) relatif rendah atau normal. “Karenanya, 20 tahun lalu artikel tentang diabetes oleh peneliti Singapura yang dibawa ke jurnal di Eropa ditolak. Dianggap orang Asia tidak bisa membedakan DM 1 dengan DM 2,” tutur Prof. Kun-Ho Yoon MD dari Catholic University Medical College, Seoul, Korea Selatan, dalam simposium diabetes di Korea Selatan beberapa waktu lalu.

Usia penyandang DM 2 di Asia juga lebih muda, 40-an tahun bahkan kurang. Di Eropa, umumnya DM 2 didiagnosa pada usia >50 tahun. Perbedaan lainnya, pada ras Kaukasia yang cenderung lebih tinggi yakni kadar gula darah puasa (IFG/impaired fasting glycaemia). Sedangkan di Asia, IGT (impaired glucose tolerance) atau gangguan toleransi glukosa yang lebih tinggi. “Ini menunjukkan, fungsi sel beta pankreas orang Asia lebih lemah, sehingga tidak bisa mengompensasi kenaikan gula darah setelah makan,” terang Prof. Ji. Perburukan penyakit juga lebih cepat pada orang Asia, dan kita lebih rentan mengalami perlemahan ginjal.

Hal ini berhubungan dengan asupan nutrisi saat dalam kandungan. Sekitar 50-60 tahun lalu, umumnya negara Asia sangat miskin. Banyak ibu yang kala itu mengandung, kekurangan nutrisi sehingga anak yang dilahirkan fungsi organ-organ tubuhnya kurang optimal. (nid)


Ilustrasi: Mary Pahlke from Pixabay