“Di seluruh dunia, tiap dua menit ada satu orang kena serangan jantung,” ungkap Dr. dr. Yanto Sandy Tjang, Sp.BTKV, MPH, M.Sc, D.Sc, Ph.D, FICS dari RS Premier Jatinegara. Sepertiga dari kematian akibat serangan jantung, disebabkan oleh sumbatan pembuluh darah jantung. Mengatasi sumbatan jantung bisa dengan memasang cincin (stent), bisa pula dengan operasi bypass. Ternyata, operasi bypass ternyata memberikan manfaat yang lebih baik ketimbang pemasangan stent.
Di Indonesia, penyakit jantung koroner (PJK) menjadi pembunuh nomor wahid sejak 1992. PJK disebabkan oleh aterosklerosis atau penumpukan plak, lemak dan zat lain di arteri koroner, salah satu pembuluh darah utama yang memasok darah ke jantung. Aterosklerosis membuat arteri koroner mengeras dan menyempit, sehingga aliran darah ke jantung tidak lancar. Bila plak ini pecah, akan terjadi sumbatan pada pembuluh darah, dan terjadilah serangan jantung. Karenanya, penting untuk mendeteksi PJK sedini mungkin.
Pemeriksaan jantung dimulai dengan anamnesis (wawanara) untuk menilai riwayat kesehatan dan riwayat penyakit di keluarga, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik. “Lalu kita periksa yang lebih detail seperti dengan tes treadmill, EKG, dan sekarang yang lebih modern dan akurat dengan CT scan,” terang Dr. dr. Yanto, dalam diskusi media bersama Asia OneHealthCare di Jakarta beberapa waktu lalu di Jakarta. Bila ada tanda dan gejala yang mengarah ke PJK, dokter akan melakukan kateterisasi jantung.
Berbagai pemeriksaan di atas akan mengungkapkan apakah ada sumbatan di arteri koroner, berapa berat derajat sumbatan, dan letak sumbatan. Ini penting untuk menegakkan diagnosis PJK, sehingga dokter bisa memutuskan langkah apa yang harus diambil selanjutnya, untuk mencegah aterisklerosis memburuk, serta mencegah terjadinya serangan jantung di kemudian hari.
Obat dan Operasi untuk Mengatasi Sumbatan Jantung
Tentunya, mencegah jauh lebih baik daripada mengobati. “Pencegahan harus dimulai sejak usia muda, dengan menghindari faktor-faktor risiko yang bisa dimodifikasi,” tutur Dr. dr. Yanto. Faktor risiko yang bisa dimodifikasi antara lain: pola makan, aktivitas fisik, dan kebiasaan merokok. Namun bila sumbatan telah terjadi, maka pilihan yang tersedia adalah mengobati.
Mengatasi sumbatan jantung bisa dengan obat-obatan, bisa pula dengan operasi. “Obat-obatan khusus untuk sumbatan yang masih ringan, hingga kurang dari 70%. Ditambah dengan perbaikan pola hidup dan kontrol teratur, hasilnya bisa bagus,” ujar Dr. dr. Yanto. Obat-obatan yang digunakan antara lain jenis statin untuk mengendalikan kadar kolesterol, obat untuk mengendalikan tekanan darah, dan obat untuk mencegah terbentuknya gumpalan darah (pengencer darah).
Untuk sumbatan yang lebih berat (lebih dari 70%), atau terapi dengan obat-obatan dan modifikasi gaya hidup tidak berhasil, maka tindakan operasi diperlukan. Operasi bisa dengan memasang stent, bisa juga operasi bypass jantung.
Operasi dilakukan dengan memasukkan kateter ke pembuluh darah jantung yang tersumbat. Selanjutnya, balon dikembangkan untuk membuka pembuluh darah yang tersumbat, dan mendorong plak ke dinding pembuluh darah. Baru kemudian dipasang stent dipasang di area tersebut, untuk mencegah pembuluh darah kembali tertutup.
Prosedurnya tampak sederhana dan tidak mengerikan, tapi tetap ada risikonya. “Serpihan dari plak dihancurkan dengan prosedur ini akan hanyut bersama aliran darah, lalu masuk ke pembuluh darah yang lebih kecil,” terang Dr. dr. Yanto. Kemungkinan kedua, tubuh bereaksi terhadap stent yang dipasang karena merupakan benda asing. “Tubuh akan mencoba menolaknya dengan memunculkan reaksi peradangan,” imbuhnya. Kedua risiko ini beserta risiko-risiko lain, harus dipahami sebelum memutuskan untuk memasang stent.
5 Kriteria Pasien Operasi Bypass Jantung
Berdasarkan hasil studi Syntax yang membandingkan antara operasi bypass jantung dengan pemasangan stent, ditemukan bahwa operasi bypass jantung memberikan hasil yang lebih baik. studi ini melibatkan 85 center di 17 negara (Eropa dan Amerika), dengan total 1.800 partisipan.
Ada lima kriteria pasien yang akan menerima manfaat lebih banyak dengan operasi bypass ketimbang pemasangan stent. Pertama, yaitu pasien yang mengalami sumbatan di cabang utama >70%. Kriteria kedua, pasien yang mengalami sumbatan di cabang utama >70%. “Selanjutnya yaitu pasien yang sumbatannya sudah 100%; masak sumbatannya mau dihancurkan?” ujar Dr. dr. Yanto.
Kriteria keempat yaitu pasien dengan diabetes melitus. “Pasien diabetes, pembuluh darahnya rapuh sehingga gampang hancur. Bisa berisiko bila dipasang stent,” jelasnya.
Kriteria terakhir yaitu pasien yang berusia muda. “Pasien muda ingin operasi satu kali saja untuk selamanya. Jangan baru dilakukan operasi bypass jantung setelah stent gagal. Mereka masih produktif dan punya tanggungjawab bsar terhadap keluarga, sehingga harus sehat hanya dengan satu kali operasi,” tutup Dr. dr. Yanto. (nid)
____________________________________________
Ilustrasi: Image by freepik