lansia, diabetes dan infeksi rsv
lansia, diabetes dan infeksi rsv

Lansia, Diabetes dan Risiko Perburukan Akibat Virus RSV

Lansia umumnya mengalami penurunan kekebalan tubuh seiring bertambahnya usia (ARDI), mereka menjadi lebih rentan terhadap berbagai infeksi. 

Populasi lansia (berusia >60 tahun) terus meningkat. Data tahun 2024 menyebutkan 12% penduduk Indonesia adalah lansia, diperkirakan menjadi dua kali lipat pada 2050. Hingga tahun 2022, diketahui 20,7% populasi lansia di Indonesia mengalami masalah kesehatan yang dapat menurunkan tingkat produktivitas.

Salah satunya penyakit yang banyak diidap dewasa dan lansia Indonesia adalah diabetes. IDF Diabetes Atlas mencatat kasus diabetes dewasa di Indonesia lebih dari 20 juta (2024), diperkirakan mencapai 28,6 juta penderita pada 2045. 

Diabetes membuat penderitanya – terutama lansia yang sudah mengalami penurunan imunitas – rentan mengalami perburukan penyakit jika mengalami infeksi. 

Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, SpPD-KEMD, FINASIM, menjelaskan ada hubungan erat antara infeksi, termasuk virus, dengan diabetes. “Pasien diabetes lebih mudah terkena infeksi virus, dan biasanya luarannya (hasil akhirnya) lebih buruk, daripada mereka tanpa diabetes,” ujarnya. 

Di satu sisi, infeksi virus memicu hiperglikemia, kontrol gula darah yang tidak terkendali, menyebabkan perburukan penyakit. Keduannya ini saling terkait.

Mekanismenya, terang Prof. Ketut, infeksi menyebabkan peradangan, juga meningkatkan hormon stres (sitokin, adrenalin, dll). Keduanya bisa mengakibatkan resistensi insulin. Selain itu beberapa virus juga bisa merusak sel beta pankreas (yang memroduksi insulin), menyebabkan pelepasan insulin berkurang. Terjadi hiperglikemia.

Komplikasi diabetes, pada mata, paru atau ginjal misalnya, juga menyebabkan penderitanya lebih mudah terinfeksi virus. Tiga virus pernapasan yang perlu diwaspadai adalah influenza, Covid-19 dan RSV (respiratory syncytial virus). 

Menurut studi, RSV dapat meningkatkan risiko rawat inap pada lansia yang memiliki penyakit penyerta seperti diabetes. Lebih dari itu, pasien diabetes berusia ≥65 tahun dengan RSV diperkirakan hingga 11,4 kali lebih berisiko dirawat di rumah sakit, dibandingkan pasien tanpa diabetes.

Infeksi RSV pada diabetes, sering kali bisa menyebabkan pembiayaan lebih besar, dan kematian. Data dari BPJS Kesehatan menyebutkan estimasi pembiayaan pengobatan lansia yang terkena infeksi saluran napas berat akibat virus berkisar antara 3-10 juta rupiah (kasus ringan), 15-50 juta rupiah (kasus sedang), dan 70-200 juga rupiah (pada kasus berat dengan perawatan ICU). 

“RSV bukanlah seperti flu biasa, karena ia pada kondisi tertentu, dengan komorbiditas (termasuk diabetes) akan menjadi penyakit yang sangat berat, bahkan menyebabkan kematian. Di antaranya menyebabkan pneumonia (radang paru), kemudian menyebabkan perawatan intensif, eksasebasi/ kelainan kardiovaskular, bahkan kematian,” Prof. Ketut menekankan. 

Namun perlu dipahami pula, lansia tanpa penyakit penyerta, juga rentan mengalami dampak yang lebih berat jika terinfeksi RSV.  

Belum ada obat, waspadai gejala

Hingga saat ini belum ada obat khusus yang efektif mengatasi infeksi RSV. Terapi bersifat suportif, misalnya asupan cairan dan istirahat cukup untuk mereka dengan gejala ringan. 

Untuk pasien bergejala berat biasanya menggunan terapi cairan IV (intravena melalui infus) jika mengalami dehidrasi, oksigen tambahan untuk meningkatkan saturasi O2, dan antibiotik jika terjadi infeksi sekunder.

Dr. Imran Pambudi, MPHM, Direktur Pelayanan Kesehatan Kelompok Rentan Kemenkes RI, memaparkan, RSV dapat menular dan menyebar dengan mudah di mana satu orang biasa menularkan pada tiga orang lainnya. 

Sebagian besar individu yang terinfeksi dapat menularkan dalam jangka waktu 3-8 hari. Sedangkan untuk pasien dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah, seperti lansia, dapat menularkan virus sampai dengan 4 minggu. 

Gejala RSV meliputi hidung tersumbat, batuk dan demam ringan. Gejalanya ini mirip infeksi influenza ringan sehingga diagnosis sulit dilakukan. Dr. dr. Sally Aman Nasution, SpPD, K-KV, FINASIM, menjelaskan, kerap kali gejala yang muncul pada lansia tidak signifikan. 

“Ada banyak perubahan yang menunjukkan lansia tidak baik-baik saja. Mungkin tidak ada demam, tetapi ia tidak mau makan. Atau yang tadinya aktif, jadi diam saja. Kalau ada lansia kena flu, terus tidak mau makan, tidur terus, atau perubahan pola seperti agitasi, marah-marah, hati-hati jangan-jangan sudah ada infeksi lain. Paling aman kalau ada flu, bawa berobat, pastikan itu hanya flu biasa atau ada ISPA yang lain,” saran dr. Sally. 

Vaksinasi RSV efektif untuk mencegah infeksi RSV pada kelompok rentan, termasuk lansia. Satgas Imunisasi Dewasa PAPDI (Perhipunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia) menyarankan vaksinasi RSV pada orang dewasa berusia 50 tahun tahun, termasuk yang memiliki kondisi medis tertentu (termasuk diabetes dan penyakit jantung). Rekomendasi ini juga diterbitkan oleh American Diabetes Association (ADA) dan CDC. 

“Vaksin RSV cukup diberikan satu dosis (satu kali seumur hidup), tidak setiap tahun seperti influenza,” tambah dr. Sally. 

Penelitian menunjukkan efektivitas atau daya proteksi vaksin RSV lebih dari 90%. Pada mereka dengan penyakit jantung dan paru >92%, bahkan pada pasien dengan komorbid diabetes dan penyakit metabolik lain hingga 100%. (jie)

Baca juga: Infeksi RSV Perburuk Pasien Jantung, Lindungi Dengan Vaksin