Perut terasa tidak nyaman/begah, gampang kenyang meski hanya makan sedikit, mual, mungkin disertai nyeri? Ini merupakan salah satu gejala gangguan lambung yang disebut dispepsia.
Secara global diperkirakan sekitar 30-40% orang dewasa menderita dispepsia. Di Indonesia, data Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) 2014 -2018 mencatat dispepsia termasuk dalam 10 penyakit terbanyak, baik di rawat jalan tingkat pertama maupun rawat inap tingkat pertama.
Data menyebutkan sebagian besar (70-80%) kasus dispepsia adalah dispepsia fungsional, yakni tidak ditemukannya gangguan anatomi atau struktur organ saluran cerna. Jenis dispepsia lainnya adalah dispepsia organik, bisa disebabkan oleh refluks asam lambung (GERD), tukak lambung (ulkus peptikum), penyakit pankreas, hingga kanker esofagus.
Ada banyak faktor yang memicu timbulnya dispepsia fungsional, mulai dari konsumsi makanan pedas/asam, stres, alkohol, merokok, hingga konsumsi obat-obatan NSAID (obat anti-inflamasi non steroid) dan kortikosteroid, hingga infeksi kuman Helicobacter pylori.
Salah satu mekanisme yang menjelaskan terjadinya/kekambuhan dispepsia fungsional adalah kekurangan enzim digestif (pencernaan) yang diproduksi pankreas.
Dr. Rabbinu Rangga Pribadi, SpPD-KGEH, dari Departemen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta, menjelaskan salah satu fungsi pankreas (fungsi eksokrin), adalah menghasilkan enzim pencernaan.
“Pankreas memroduksi enzin pencernaan seperti amilase untuk mencerna pati dan karbohidrat; lipase untuk menghidrolisis (memecah) lemak; dan protease untuk memecah protein,” katanya.
Dr. Lyon Clement, Manajer Medis & Farmakovigilans, PT Kalbe Farma, menambahkan, pada kasus insufisiensi pankreas eksokrin (EPI), enzim pankreas tidak diproduksi cukup sehingga penyerapan makanan berkurang dan dapat menyebabkan malnutrisi.
“Gejalanya dapat juga disertai dengan nyeri perut dan terasa kencang, perut kembung, terasa penuh dan diare,” ujarnya kepada OTC Digest.
Modifikasi gaya hidup ditengarai mampu memperbaiki keluhan dispepsia fungsional – khususnya akibat kekurangan enzim pencernaan. Antara lain dengan makan dalam porsi kecil tapi sering, diet rendah lemak, menghindari rokok/alkohol, tidur cukup, serta konsumsi suplemen enzim pencernaan.
“Pemberian enzim tambahan dari luar merupakan terapi (gangguan) pencernaan. Terapi ini relatif aman dan memiliki efek samping yang minimal. Studi melaporkan bahwa gejala dispepsia sangat jauh berkurang setelah pemberian terapi pengganti enzim,” dr. Rabbinu menjelaskan.
Suplemen untuk kekurangan enzim pencernaan
Gejala dispepsia dapat diperbaiki dengan mengatasi kekurangan enzim pencernaan. Suplemen enzim digestif akan meningkatkan kemampuan pencernaan sesuai metabolisme alamiah. Mendukung penyerapan nutrisi dengan efek samping minimal dan bisa digunakan jangka panjang.
Suplemen enzim digestif biasanya mengandung ketiga enzim pencernaan (lipase, amilase dan protease). Beberapa produk juga ditambahkan simethicone.
“Simethicone bersifat antiflatulens, bekerja untuk menurunkan tekanan abdomen (rongga perut), dengan menghilangkan gas di saluran cerna melalui flatulens (kentut) atau sendawa,” terang dr. Rabbinu.
Beberapa penelitian menyebutkan manfaat simethicone untuk dispepsia fungsional. Holtmann, et al, mencatat pemberian simethicone 105 mg, 3 kali sehari selama 8 minggu memperbaiki gejala secara keseluruhan, termasuk rasa penuh dan nyeri perut.
Juga di studi Lecuyer, et al, pada penderita 132 penderita slow digestion. Terapi simethicone dan karbon teraktivasi selama 3 bulan memperbaiki rasa penuh dan kembung.
“Dosis simethicone bervariasi,” imbuh dr, Rabbinu. “Pada dewasa atau 12 tahun ke atas dikonsumsi 4 x 40-125 mg (maksimal 500 mg/hari), setelah makan dan sebelum tidur. Untuk anak, 4 x 20 mg (maksimal 240 mg/hari), dapat dicampur ke minuman.”
Dr. Lyon menambahkan, ada dua jenis suplemen enzim: berbasis hewan dan non-hewani (berasal dari mikroba atau fungi). Enzim hewani berasal dari pancreatin babi atau sapi, cenderung tidak stabil pada asam (mudah rusak terkena asam lambung), sehingga diperlukan dosis yang lebih besar.
Enzim non-hewani lebih stabil terhadap asam, sehingga membutuhkan dosis yang lebih kecil. “Vitazym Plus telah mendapatkan sertifikasi halal (dibuat dari enzim berbasis non-hewani),” kata dr. Lyon. Vitazym Plus mengandung amilase 4500 U, protease 4050 U, lipase 108 U dan simethicone 44 mg.
Survei pasca pemasaran membuktikan pemberian enzim digestif 2 kali sehari, selama 2 minggu, bermanfaat mengurangi frekuensi dan keparahan dispepsia fungsional (flatulens/kentut, kembung, bersendawa, terasa penuh, tidak nyaman di perut, rasa terbakar di ulu hati, dan hilang nafsu makan). Survei ini melibatkan 2.125 penderita dispepsia fungsional di India. (jie)
Baca juga: 6 Tanda Tubuh Kekurangan Enzim Pencernaan