Riset terbaru pengobatan migrain menunjukkan hasil yang meyakinkan. Penemuan obat generasi terbaru untuk mencegah munculnya migrain. Diharapkan dapat diproduksi massal pada tahun depan.
Bagi jutaan penderita migrain di seluruh dunia, hal ini dapat menjadi “angin segar”. Pasalnya pengobatan yang dipakai saat ini sangat terbatas dan tidak spesifik mampu mencegah migrain berulang.
Sebagian orang kadang berpikir bahwa migrain adalah salah satu jenis sakit kepala. Namun yang membuatnya merasa lebih buruk adalah disertainya mual, muntah, sensitif pada suara dan cahaya, juga kelelahan.
Serangan migrain dapat berlangsung dalam beberapa jam sampai hitungan hari. Sebagian besar (>90%) mengalami episode migrain kurang dari 15 hari per bulan. Sementara pada migrain kronis, serangan berlangsung > 15 hari per bulan. Dan dirasa sangat mengganggu kualitas hidup penderita.
Dilansir dari laman scienealert.com., penderita migrain kerap terpaksa mengonsumsi lebih dari satu obat untuk mencegah serangan berulang. Namun sayangnya tidak ada dari obat-obatan tersebut yang benar-benar dibuat untuk mengatasi migrain. Misalnya obat antidrepresan, obat penurun tensi, antiepilepsi, dll.
Dua penelitian tentang obat baru migrain dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine. Obat ini adalah monoclonal antibodies, semacam protein bagian dari sistem imun yang dikeluarkan tubuh untuk menarget berbagai zat asing dalam tubuh. Dalam kasus migrain, antibodi ini menarget CGRP (calcitonin gene-related peptide), molekul yang berperan dalam timbulnya migrain.
Salah satu riset disebut STRIVE menguji obat Erenumab untuk mencegah migrain episodik pada 955 pasien. Percobaan dilakukan dalam 6 bulan. Rata-rata responden mengalami episode migrain selama 8,3 hari per bulan. Erenumab mampu menguranginya menjadi 3,2 hari dalam dosis 70 mg, dan 3,7 hari pada dosis lebih tinggi, 140 mg.
Pada kelompok dosis tinggi, separuh partisipan mengalami penurunan serangan migrain sampai 50%. Erenumab bekerja dengan menghalangi reseptor CGRP di otak. Dikembangkan oleh perusahaan farmasi Amgen dan Novartis.
“Hasil riset STRIVE menggambarkan transisi dari pengetahuan tentang migrain yang buruk, terapi yang perlu ditata ulang, ke terapi spesifik yang didesain untuk migrain,” papar pemimpin penelitian Peter Goadsby, dari King’s College Hospital di London dan NIHR – Wellcome Trust King’s Clinical Research Facility.
Riset kedua dilakukan oleh Teva Pharmaceuticals dengan mengembangkan obat yang disebut Fremanezumab. Diujicobakan pada 1.130 penderita migrain kronis. Obat ini menurunkan kejadian serangan menjadi 4,3 hari dari rata-rata 13,2 hari per bulan. Berbeda dengan Erenumab, obat ini menarget langsung pada molekul CGRP.
Walau hasil kedua penelitan tesebut memuaskan, peneliti meyakini masih diperlukan riset tambahan untuk melihat keamanan pemakaian obat dalam jangka panjang. (jie)