Herbal untuk Pengobatan Kanker | OTC Digest

Herbal untuk Pengobatan Kanker

Obat-obatan herbal makin diminati untuk pengobatan kanker. Sebenarnya, bagaimana peranannya? “Herbal tidak bisa dipakai sebagai pengobatan utama. Belum ada catatan (evidence base) yang tersusun rapi tentang hal ini. Pemakaiannya saat ini adalah sebagai ajuvan (tambahan),” tutur dr. Henry Naland, Sp.B.Onk dari RS Premier Jatinegara, Jakarta. Maksudnya, jalani pengobatan secara medis (operasi/radiasi/kemoterapi); herbal digunakan sebagai terapi pendukung atau tambahan. Bisa dikonsumsi selama menjalani terapi, atau setelah terapi selesai.

Terapi kanker bisa melemahkan daya tahan tubuh. “Inilah salah satu peranan herbal: memperbaiki daya tahan tubuh,” terang dr. Henry. Ada herbal yang bisa memengaruhi sel-sel kanker, dengan berbagai cara. Banyak penelitian pra klinis dengan hewan yang telah membuktikannya.

Sekitar 40 tanaman herbal tengah diteliti dr. Henry. Salah satunya yang telah cukup jauh diteliti yakni mahkota dewa (Phaleria macrocarpa), yang menginduksi dan/atau meningkatkan apoptosis (program pematian) sel kanker. Umumnya, sel kanker tidak memiliki apoptosis, sehingga tidak mati, “Dengan diberi mahkota dewa, terjadi apoptosis.”

Herbal lain seperti brotowali (Tinospora Crispa) dan sambiloto (Andrographis Paniculata) memiliki efek langsung terhadap sel kanker. Yakni bersifat mematikan dan menghambat pertumbuhan sel kanker. Ada pula keladi tikus (Typhonium flagelliforme) dan jombang (Taraxacum Mongolicum). Daun dewa (Gynura divaricata) dan daun sambung nyawa (Gynura procumbens) sangat baik sebagai sumber antioksidan, “Rasanya pun enak, dan lebih baik dikonsumsi segar. Bisa untuk lalapan atau dicampur ke teh.”

Beberapa tanaman memiliki spesifikasi tersendiri terhadap suatu jenis kanker. Kunir putih (Curcuma alba), temu mangga (Curcuma mangga), pegagan (Centella asiatica) dan bidara upas (Merremia mammosa) baik untuk kanker payudara. Temu putih (Curcuma zeodaria) baik untuk kanker ovarium; rumput cakar ayam (Cloris barbata) baik untuk kanker paru; dan daun sirsak banyak diteliti untuk kanker prostat dan paru.

Demi keamanan pasien, dr. Henry biasa memberikan herbal dalam bentuk ekstrak yang sudah lulus uji BPOM, sehingga kandungan dan dosisnya jelas. Herbal yang diberikan bisa sampai 10 macam. “Obat herbal tidak bisa berdiri sendiri; harus kombinasi, minimal 3-5 karena memiliki efek sinergis (saling membantu) dan jika ada efek toksik jadi dinetralisir,” ujarnya.

Dalam tahun pertama, dosisnya 3x1 (per herbal). Jika hasilnya bagus, pada tahun kedua dosis diturunkan menjadi 2x1. Tahun ketiga dan seterusnya, cukup 1x1. Sebelum terapi herbal diberikan, harus dicek dan dipastikan apakah fungsi hati dan ginjal pasien baik. Jika kurang baik, dosis harus diturunkan.

Pengobatan dengan herbal harus jangka panjang; tidak bisa instan. Berobat harus teratur dan didukung pola makan yang baik. Dr. Henry menekankan, syarat obat herbal yakni harus lebih murah dan efek toksiknya lebih rendah. (nid)

 

Bawang putih

Moriguchi T, Saito H, dkk menemukan bahwa senyawa allicin yang menimbulkan bau khas pada bawang putih, meningkatkan produksi antioksidan - peroksidase glutation dan katalase – yang mampu memperpanjang umur binatang percobaan. Penelitian lain oleh tim dari University of Minnesota menunjukkan, risiko kanker turun 50% pada wanita yang rutin mengonsumsi bawang putih. Pada penderita kanker prostat, sel-sel kanker prostat hanya tumbuh seperempatnya dari kecepatan normal, bila penderita mengonsumsi bawang putih. 

Dosis konsumsi bawang putih yang disarankan adalah setengah sampai 3 siung/hari. Ini akan menghambat pembentukan nitrosamin yang bersifat karsinogenik dan memberi perlindungan pada jantung. Memakan bawang putih lebih dari 3 siung/hari  dapat menyebabkan diare, sebah, demam, bahkan perdarahan lambung. (jie)

 

Bersambung ke: Melawan Kanker dengan Bekatul