Hubungan Garam dan Hipertensi | OTC Digest

Hubungan Garam dan Hipertensi

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) 2015 mencatat, 1,13 miliar orang di seluruh dunia menderita hipertensi. Artinya, satu dari tiga orang di dunia menderita hipertensi. Sayangnya, WHO juga menyatakan hanya 36,8% penderita hipertensi yang minum obat.

Jumlah penderita hipertensi di dunia terus meningkat setiap tahunnya, diperkirakan pada 2025 akan ada 1,5 miliar orang yang terkena hipertensi. Diperkirakan juga setiap tahun ada 9,4 juta orang meninggal akibat hipertensi dan komplikasi.

Yang perlu dipahami adalah hipertensi atau tekanan darah tinggi  dapat dicegah. Caranya? Kurangi konsumsi garam.

Kementerian Kesehatan mencatat, komsumsi garam masyarakat Indonesia tergolong tinggi: 15 gram/hari, sementara yang dianjurkan hanya 6 gram atau sekitar 1 sendok teh/hari. Dari hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 diketahui, prevalensi hipertensi di Indonesia mencapai 34,1%. Angka tersebut melonjak tinggi dibanding Riskesdas 2013 yang mencatat 25,8%.

Tercatat 60% penderita hipertensi berakhir stroke. Sisanya kena penyakit jantung, gagal ginjal dan kebutaan. Berdasarkan Survey Sample Registration System (SRS) 2014, hipertensi dan komplikasinya sebagai penyebab kematian nomor lima terbesar di Indonesia.

Seseorang disebut hipertensi bila tekanan darahnya di atas normal saat berkontraksi (sistolik) atau saat istirahat (diastolik). Tekanan darah normal yaitu 120/80 mm/Hg. Prahipertensi jika 120-139/80-89mm/Hg. Dan masuk kategori hipertensi jika >140/ 90 mm/Hg, yang berarti darah mengalir lebih cepat dari seharusnya.

Garam, penahan cairan

Garam dibutuhkan tubuh untuk menahan cairan, agar ketika dalam cuaca panas atau setelah olahraga, tubuh dapat mengeluarkan keringat. Jika konsumsi garam berlebihan, ginjal yang bertugas mengolah garam akan menahan cairan lebih banyak. Terjadi peningkatan volume darah; darah membawa cairan lebih banyak, menyebabkan pembuluh darah bekerja ekstra keras.

Terjadi efek berantai. Garam (berisi natrium klorida) yang belebih, meningkatkan produksi hormon ouobain yang bekerja menyeimbangkan kadar garam dan kalsium. Di sini masalah timbul. Peningkatan hormon ouobain menyebabkan otak memerintahkan pengiriman kalsium ke pembuluh darah, untuk menyeimbangkan dengan jumlah garam.

Penumpukan kalsium + garam dapat menyempitkan pembuluh darah. Terjadi angina pektoris, atau gejala serangan jantung yang ditunjukkan dengan rasa sakit di dada.  Penyempitan pembuluh darah menyebabkan aliran darah tidak lancar. Untuk itu, ginjal memroduksi hormon renin dan angiotensin agar pembuluh darah mengeluarkan tekanan yang lebih besar.

Tujuannya agar aliran darah lancar kembali. Sayangnya, peningkatan tekanan darah justru menyebabkan blunder, Seperti pecah pembuluh darah. Pecahnya pembuluh darah otak menyebabkan stroke.

Pencegahan hipertensi dengan mengurangi garam dan makanan berlemak. Jaga keseimbangan gizi. Tentunya, harus diserta olahraga, mengendalikan stres dan stop merokok. Untuk garam, konsumsi garam khusus rendah natrium.  

Kementerian Kesehatan RI merekomendasikan batas konsumsi gula, garam dan lemak adalah 50 gr (4 sendok makan) gula, 5 gr garam (1 sendok teh) dan 67 gr (5 sendok makan) minyak.  (jie)