Peran keluarga bagi penderita bipolar | OTC Digest

Peran keluarga bagi penderita bipolar

Bagai memiliki dua kepribadian yang bertolak belakang, demikianlah kondisi penderita bipolar. Suatu masa mengalami depresi berat, namun mendadak bisa memiliki semangat berlimpah. Keluarga berperan penting untuk membantu penderita bipolar selalu dalam keadaan normal.

Bipolar merupakan gangguan kejiwaan yang ditandai dengan timbulnya ‘episode’ depresi dan manik/mania berulang. Kondisi tersebut dapat berlangsung selama beberapa hari, bahkan minggu.

“Depresi atau manik pada bipolar bukan perasaan sedih atau gembira biasa. Ia bisa membahayakan diri sendiri atau orang lain,” papar dr. Hervita Diatri, SpKJ(K), dari Persatuan Dokter Spesialis Kesehatan Jiwa Indonesia (PDSKJI) dalam seminar World Bipolar Day 2018 (20/3/2018).

Baca juga : Deteksi Gangguan Bipolar

Depresi ditandai dengan perasaan sedih atau murung, kesulitan untuk tidur, perubahan nafsu makan, ingin menangis tanpa alasan, lemah/letih/lesu, bahkan ada pikiran untuk bunuh diri. Sementara manik adalah perasaan gembira berlebih, muncul banyak ide, impulsif, kadang disertai perilaku konsumtif dan dorongan seksual atau memakai narkoba tinggi.

Dukungan keluarga dan lingkungan sangat berarti bagi si penderita. Perasaan sendiri (saat depresi), apalagi tidak mendapat dukungan dari orang-orang terdekat dapat menyebabkan cedera emosional yang berakumulasi seiring berjalannya waktu; menimbulkan keinginan untuk bunuh diri.

Yang perlu dipahami adalah, munculnya depresi atau episode manik bukan sesuatu yang selalu bisa dikontrol  si penderita. Artinya bisa muncul baik dengan pemicu atau tidak.

Yang harus dilakukan keluarga/pasangan saat episode depresi/manik muncul

Bagi penderita bipolar, dukungan keluarga sangat berarti untuk menunjang pengobatan; menyemangati agar penderita tidak lepas obat. kemudian, keluarga/pasangan diperlukan untuk mendeteksi munculnya gejala manik / depresi.

“Pasangan / keluarga adalah orang terdekat yang bisa dimintai pertolongan dalam situasi krisis. Maka, langkah pertama adalah pasien memberitahukan pada pasangan tentang kondisinya,” tambah dr. Vita.

Langkah berikutnya adalah mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang gangguan jiwa bipolar. Jika tidak mendapatkan cukup informasi di media massa, sangat disarankan konsultasi ke dokter. Tujuannya agar keluarga/pasangan bisa mengenali perubahan-perubahan di luar kondisi sewajarnya.

“Tidak ada gunanya memberikan nasehat, karena sebagian besar penderita bipolar berusia di atas 18 tahun, yang kadang tidak terima jika dinasehati. Sehingga yang perlu dilakukan adalah menjadi fasilitator.

Baca juga : Penderita Bipolar Rentan Narkoba

“Yakni dengan memberikan pertanyaan-pertanyaan pancingan yang membuatnya sadar tentang kondisinya, misalnya sudah berapa malam tidak tidur. Tujuannya membuat si penderita merasa nyaman,” papar dr. Vita.

Selanjutnya buatlah kontrak (tertulis atau tidak) antara penderita dengan pasangan/keluarga, tentang orang-orang /dokter yang boleh dihubungi saat depresi/manik. Tempelkan di tempat yang bisa dibaca semua orang. Tujuannya ketika pasangannya menelpon dokter, si penderita tidak akan marah.

“Kenali perubahan, tetap tenang dan meminta bantuan dokter apalagi sudah mengarah ke perilaku yang membahayakan/agresif. Langsung bawa ke rumah sakit terdekat. BPJS sudah sangat membantu, tidak perlu harus mencari rujukan, langsung saja ke IGD,” tutup dr. Vita. (jie)