Direktur RSPP dr. Abdul Haris Tri Prasetya, SpPD : Menginjak kerikil, Kaki Bisa Diamputasi! | OTC Digest

Direktur RSPP dr. Abdul Haris Tri Prasetya, SpPD : Menginjak kerikil, Kaki Bisa Diamputasi!

Di taman kota atau area jogging, biasanya dibuat seruas jalan penuh tonjolan-tonjolan batu yang disemen. Banyak yang percaya, berjalan menginjak batu kerikil  dengan kaki telanjang itu bagus, karena bisa merangsang saraf di telapak kaki. Bagaimana untuk diabetesi (penyandang diabetes)?

“Jangan!” kata Direktur Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP) Jakarta dr. Abdul Haris Tri Prasetya, SpPD, (51 tahun), yang mendalami diabetes atau penyakit kencing manis. “Berjalan di jalan berbatu atau di jalan aspal yang panas tanpa alas kaki, berbahaya bagi penderita diabetes.”

Penyandang diabetes bisa mengalami komplikasi pada kaki, yang terjadi karena kerusakan saraf dan berkurangnya aliran darah ke kaki. Kerusakan saraf menyebabkan sensitivitas pada kaki berkurang, sehingga yang bersangkutan tidak merasakan sakit atau panas. Bila terluka sampai berdarah, juga tidak merasa nyeri atau sakit.

Luka atau retakan pada kulit yang terjadi karena berkurangnya aliran darah, membuat bakteri mudah masuk ke dalam tubuh dan menimbulkan infeksi. Dokter biasanya akan memberi obat antibiotik. Tetapi, kondisi ini sering tidak disadari oleh penyandang diabetes. 

“Kalau infeksi tidak dapat dikendalikan, dan untuk mencegah agar infeksi tidak menyebar ke seluruh tubuh, kaki penderita terpaksa diamputasi,” ujar dr. Haris.

Sekitar 10 tahun yang lalu, di RSPP dalam satu bulan  setidaknya ada 4 pasien diabetes yang terpaksa diamputasi kakinya. Ada yang harus kehilangan jari jemari, diamputasi di bawah atau di atas lutut; tergantung kondisi yang dialami pasien.

Maka, penyandang diabetes perlu menghindari, sebisa-bisa jangan sampai mengalami cedera kaki. Luka sekecil apapun bisa berakibat fatal. Bila luka dibiarkan dan bahkan sampai mengeluarkan bau tak sedap, penanganannya menjadi lebih sulit.

Penyandang diabetes tetap perlu berolahraga, disesuaikan dengan  kondisi masing-masing. Cukup olahraga dengan intensitas ringan sampai sedang seperti senam dan jalan kaki. Atau berenang. Olahraga renang paling baik, karena tidak membebani kaki. Disarankan berolahraga 30 menit, 3 kali seminggu dan waktunya berselang seling.

Olahraga sebaiknya menggunakan alas kaki. Pilih sepatu yang empuk dan ukuran, bentuk serta modelnya terasa enak di kaki. “Kaos kaki gunakan yang dari bahan katun, jangan yang berbahan nilon” katanya.

Dengan demikian, selama berolahraga kaki terasa nyaman dan bisa terhindar dari luka. Pasien juga perlu konsultasi yang intensif dengan dokter, agar dapat ditangani dan mendapat terapi yang sesuai.

Terbukti, dengan penanganan yang baik, jumlah pasien diabetes yang harus menjalani amputasi di RSPP jumlahnya terus menurun. “Sekarang ini, dalam sebulan belum tentu ada yang diamputasi,” kata dr. Haris.             

“BMW”

Komplikasi diabetes bukan hanya di kaki. Di kepala, diabetes bisa menyebabkan stroke, gangguan penglihatan sampai kebutaan dan hilangnya pendengaran. Kadar gula tinggi dalam darah juga bisa merusak organ paru-paru, jantung, lever, lambung, ginjal dan pankreas.

“Pankreas rusak karena terus-menerus dipacu untuk memproduksi insulin,” ujarnya.

Selain amputasi kaki, komplikasi diabetes yang paling ditakuti – khususnya oleh kaum adam – adalah penyakit BMW. “Burung meneng wae;  burungnya diam saja atau disfungsi ereksi,” kata dr. Haris.

Maka, begitu ada gejala diabetes, penderita sebaiknya konsultasi ke dokter secara intensif, hingga terjadi saling pengertian antara dokter dan pasien.

“Mengobati pasien diabetes, seperti penjahit yang harus mengukur baju pelanggan satu persatu. Tiap pasien memerlukan penanganan yang berbeda,” katanya.  

Selain olahraga secara teratur, diabetesi perlu diet yang dianjurkan dokter & ahli gizi. Silakan makan minum apa saja, tetapi jumlahnya dibatasi dan terjadwal. “Karena Takut gula darah naik, sarapan tidak makan nasi. Karena lapar, ngemil tiga buah lemper,” katanya “Ini yang menggagalkan diet”.

Selain diet dan olahraga, penyandang diabetes harus pandai mengelola stres dan minum obat dari dokter secara teratur.                              

Diagnosa diabetes dilakukan pemeriksaan HbA1c, yang akan diulang dalam tiga bulan. Disebut normal bila HbA1c (hemoglobin A1c) atau glycated hemoglobin yakni hemoglobin yang berikatan dengan glukosa (gula) kurang dari <6,0%. Bila kadar gula darah tidak terkendali, kadar HbA1c akan tinggi. Disebut pradiabetes jika kadar HbA1c 6-6,4%, dan bila kadar HbA1c >6,5persen,  berarti sudah diabetes.

Untuk menurunkan 1% HbA1c perlu waktu sekitar satu bulan. “Pasien dengan HbA1c 10% misalnya, perlu waktu sekitar 3-4 bulan untuk normal (HbA1c >6,5%),” ujar dokter yang hobi badminton dan memancing ini.