Sutopo Purwo Nugroho: “Kena Kanker itu Kuncinya Harus Happy” | OTC Digest
sutopo_bnpb_kanker_paru

Sutopo Purwo Nugroho: “Kena Kanker itu Kuncinya Harus Happy”

“Ternyata banyak masyarakat yang simpati dengan saya, banyak yang mendoakan. Saya dikirimi banyak obat-obatan,” ujar Sutopo Purwo Nugroho. Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB (Badan Nasional Penanggulangan Bencana) itu menunjukkan tumpukan paket obat di meja kerjanya. Beberapa dikirim oleh kenalannya. Namun lebih banyak lagi yang dikirimkan oleh masyarakat yang peduli dengannya, meski tidak mengenalnya secara personal. Ada bermacam obat herbal dari berbagai daerah, juga obat tradisional Tiongkok. “Berarti banyak yang peduli dengan saya, itu membuat saya semangat,” ujarnya.

Akhir-akhir ini, begitu banyak bencana merundung Nusantara. Sebagai Juru Bicara BNPB, tentu Pak Topo jadi sangat sibuk. Padahal, kondisi kesehatannya pun tidak baik, akibat kanker paru stadium IV B. Dokter menyarankan Pak Topo untuk banyak beristirahat dan tidak boleh stres. Tapi dengan kesibukannya, tentu saja hal itu tidak memungkinkan bagi Pak Topo.

Tapi herannya, “Justru saat terjadi bencana, saya kadang lupa kalau saya sakit.” Adrenalin malah memompa semangatnya. “Kalau di rumah saja, misalnya saat libur di Sabtu – Minggu, saya merasakan sakit luar biasa,” ujarnya. Karenanya ia berprinsip, ketika sakit pun harus tetap beraktivitas. “Kena kanker itu, kuncinya harus happy. Sakit sebenarnya, capek. Tapi saya nikmati saja,” imbuhnya.

Baca juga: Kisah Supoto ‘BNPB’, Kanker Paru Tak Kalahkan Semangatnya untuk Terus Bekerja

Para dokter yang merawatnya heran melihat Pak Topo yang masih bekerja seperti tidak ada apa-apa. Umumnya, pasien kanker stadium akhir tampak pucat dan tidak berdaya. Tak heran, banyak orang terinspirasi olehnya. Hanya saja, sekarang Pak Topo memantau perkembangan dari kantor saja, tidak lagi turun langsung ke lapangan seperti dulu. Kekuatan fisiknya tidak memungkinkan, tapi semua informasi dari lapangan selalu ia pantau.

Di akhir pekan pun, Pak Topo tetap bekerja dari rumah. Entah mengumpulkan data, membuat dan menyebarkan press release, hingga membagikannya di media sosial. “Semua saya lakukan sendiri. Kadang kalau sehari saja tidak membuat press release, saya bingung mesti ngapain,” ia tertawa.

Waduh, kapan liburannya dong Pak? “Saya sudah tidak kuat pergi jauh-jauh. Paling ke mal, nonton sama keluarga. Kalau mereka makan, saya cari makanan yang sehat,” ucapnya. Di akhir pekan, kadang ia menjalani pengobatan alternatif seperti akupunktur, herbal, atau pengobatan secara batiniah, “Tapi pengobatan medis tetap yang utama.” Pengobatan alternatif sebagai tambahan untuk mendukung pengobatan medisnya.

Baca juga: Batuk Tak Kunjung Sembuh, Gejala Kanker Paru yang Dikira TB

Pak Topo harus banyak istirahat. Namun baginya, tidur di malam hari adalah hal yang sulit. Tubuhnya sakit saat berbaring. Telungkup tidak bisa, telentang dan berbaring ke samping pun sakit; serba salah. “Tiap satu jam saya terbangun, lalu mencoba tidur lagi. Jadi sedikit sekali waktu tidur saya,” ucapnya.

Kadang saat terbangun tengah malam, ia betul-betul kesakitan hingga tidak bisa tidur lagi. Ia hanya bisa duduk dalam diam. Untuk mengalihkan rasa sakit, ia menonton film, “Akhirnya saya beli banyak DVD film.”

Aktor favoritnya: Tom Hanks. “Tom Hanks itu semua filmnya pasti bagus. Forrest Gump, Saving private Ryan, Band of Brothers, sampai Toy Story,” tuturnya. Pak Topo juga suka film seru yang menegangkan seperti Transformers, Star Wars, hingga The Avengers.

 

Pasien ‘bandel’

 ‘Kebandelan’ Pak Topo bukan hanya kurang istirahat. Kanker paru yang menjangkitinya sudah metastasis (menyebar) ke tulang, sehingga membuat tulangnya keropos. “Sebenarnya dokter melarang saya naik-turun tangga. Khawatir jatuh, tulang patah, nanti lumpuh,” jelasnya. Tentu saja ini tidak dipatuhinya 100%, “Kadang saya masih naik-turun tangga, asal hati-hati saja.”

Makanan pun, banyak sekali yang harus dipantangnya. Antara lain daging hewan berkaki 4, makanan yang mengandung pengawet, seafood, dan gula. Sebaliknya harus banyak makan sayur (direbus), dan buah. Awalnya ia cukup patuh, bahkan membawa bekal sendiri dari rumah. Tapi, ini dirasanya tidak selalu mudah, “Bekal dari rumah tidak enak kalau sudah dingin. Apalagi kalau keluar kota, banyak saya tabrak larangan itu.”

Ayam dan telur boleh dimakan, tapi disarankan ayam kampung, “Tapi akhirnya karena lapar, ya McDonald saya makan juga, ha ha ha.” Tak bisa dipungkiri kadang muncul rasa bosan terhadap makanan sehat yang disarankan untuknya. Apalagi, gula tidak boleh sama sekali. “Karena gula itu makanannya sel kanker. Padahal saya orang Jawa, suka yang manis. Jadi repot,” ia tertawa.

 

Inspirasi bagi banyak orang

Semangat Pak Topo untuk tetap bekerja dan berkarya dengan kondisinya, telah menginspirasi begitu banyak orang. Banyak pasien kanker yang bertanya kepadanya tentang ke mana harus berobat, hingga apa rahasianya tetap tampak bugar meski terkena kanker stadium akhir. Awal November lalu, ia diminta berbicara di hadapan para pasien/penyintas kanker, untuk memberi motivasi. “Padahal saya sendiri sebenarnya juga kesakitan sekali. Tapi mungkin mereka melihat saya masih semangat bekerja, pantang menyerah. Ternyata itu menginspirasi,” tuturnya.

Pak Topo ikut bergagung ke grup WA khusus pasien kanker paru, beranggotakan sekitar 220 orang. Banyak yang mengeluhkan sakit. Paling sedih ketika tiba-tiba di antara mereka ada yang berpulang duluan. “Saya rasa, semua orang takut mati. Bukan takut akan apa yang kita tinggalkan, tapi takut dengan kehidupan berikutnya,” ujarnya lirih. Sejurus kemudian, ia kembali bercanda, “Tapi lebih banyak lagi orang yang takut miskin.”

Etos kerjanya yang luar biasa adalah hasil didikan kedua orangtuanya. Ayahnya yang lulusan SMA, adalah guru SD di Boyolali. Ibunya yang lulusan SMP bekerja sebagai juru ketik di kantor pengadilan. Masa kecilnya sulit secara ekonomi, “Makan telur dan punya baju baru hanya saat Idul Fitri.” Merasakan empuknya kasur baru ketika ia berusia 14 tahun. Ini memotivasinya untuk giat belajar. “Saya tidak bisa membalas kebaikan orangtua dari materi, hanya bisa dengan prestasi di sekolah,” lanjutnya.

Bapak dan ibunya selalu berpesan, kalau jadi pejabat jangan korupsi, jangan semena-mena. “Yang mendidik karakter saya adalah bapak. Tapi yang menginspirasi saya untuk selalu semangat itu ibu,” ungkapnya. Ia jalankan betul pesan kedua orangtuanya. Ia juga sadar, untuk mencapai kesuksesan dibutuhkan kerja keras. Ini tergambar dari namanya. “Su artinya baik, Topo itu prihatin. Purwo itu yang pertama, karena saya anak pertama. Nugroho adalah anugrah. Jadi artinya, untuk mendapat anugrah, pertama-tama harus memiliki rasa prihatin yang baik,” tutur anak pertama dari dua bersaudara ini.

Baca juga: Kanker Paru Intai Perokok Perempuan

Ketika ia diundang oleh Presiden Joko Widodo ke Istana, “Saya telepon bapak dan ibu. Semua nonton di TV, sangat bahagia dan bersyukur.” Bersalaman dengan Pak Jokowi adalah keinginannya sejak lama, tapi selalu saja ada halangan. Meski ia sudah berjumpa beberapa kali dengan beliau di lokasi bencana.

Pak Jokowi memang salah satu tokoh nasional yang menginspirasinya. Selain itu juga Jend. Sudirman, yang tetap memimpin peperangan dengan kondisi sakit—seperti dirinya. Para mantan presiden Indonesia seperti Sukarno, Soeharto, BJ Habibie, Susilo Bambang Yudhoyono, juga dikaguminya. “Tidak ada orang yang sempurna. Selalu ada kebaikan dan keburukan. Ambil dan teladani semua yang baik, dan lupakan kekurangannya, agar kita berpikir positif,” ujarnya.

Bila bertemu Pak Topo, jangan malu-malu untuk minta berfoto bareng; dia tidak akan menolak. Tiap kali ia berobat ke RS, para dokter dan perawat mengajaknya selfie. “Sekarang di bandara, mal, orang-orang menegur dan minta foto. Hayuk. Seperti artis saja saya, padahal tampang ya pas-pasan begini,” ia terkekeh.

Doa kami selalu bersamamu, Pak Topo! semoga Bapak selalu diberi kekuatan, dan tetaplah semangat. (nid)

___________________________________________

Foto: Hanida Syafriani / OTC Digest