Keputihan Berulang, Waspada Gula Darah Tinggi | OTC Digest

Keputihan Berulang, Waspada Gula Darah Tinggi

Sering mengalami keputihan berulang? Selain berobat ke dokter kandungan/kebidanan, mungkin ada baiknya juga berkonsultasi ke dokter spesialis penyakit dalam khususnya yang mendalami masalah endokrinologi. Bisa jadi, keputihan berulang adalah tanda, kadar gula darah Anda di atas normal.

“Gula merupakan makanan bagi bakteri di area V sehingga mereka tumbuh subur. Belum lagi bila tubuh gemuk sehingga daerah tersebut lembab; bakteri akan makin cepat berkembang biak,” tutur dr. Dyah Purnamasari, Sp.PD dari FK Universitas Indonesia, Jakarta. Selain itu, diabetes akan menurunkan sistem imun tubuh, sehingga lebih rentan terhadap infeksi.

Tentu, tidak semua keputihan berhubungan dengan kadar gula darah yang tinggi. Kecurigaan terhadap diabetes mellitus tipe 2 (DM2) makin tinggi bila indeks massa tubuh di atas 23 (overweight) atau >25 (obes). Cara mengukurnya, berat badan (BB) dalam kg dibagi  tinggi badan (TB) dalam meter dipangkat dua. Misalnya TB = 160 cm, BB = 60 kg, maka 70 : (1,62) =.(70 : 2,56), hasilnya 23,4. Inilah IMT.

Baca juga: Keputihan bisa Membahayakan Kehamilan

IMT normal? Bagus. Tapi, jangan keburu senang; coba ambil meteran. Kini saatnya mengukur lingkar pinggang. Untuk perempuan, lingkar pinggang tidak boleh mencapai atau lebih dari 80 cm. “Ada orang yang IMT-nya normal, tapi perutnya gendut (obesitas sentral). Ini lebih berbahaya karena lemak perut lebih toksik,” ujar dr. Dyah.

Selama ini banyak anggapan, penyakit jantung dan pembuluh darah (kardiovaskular) lebih banyak diderita oleh laki-laki karena pola makan laki-laki lebih ‘jorok’ ketimbang perempuan. Kaum Adam pun tidak memiliki hormon estrogen yang melindungi pembuluh darah dan membuat pembuluh darah tetap lentur. Ini ada benarnya. Berbagai studi menunjukkan, perempuan berisiko sama besarnya dengan laki-laki terhadap penyakit kardiovaskular di usia menopause, ketika tidak lagi memiliki hormon estrogen. Namun, “Perempuan dengan obesitas atau obesitas sentral sebelum menopause, tidak memiliki efek protektif dari hormon estrogen.”

Baca juga: Vagina Membersihkan Dirinya Sendiri: Tren Pembersih Vagina Tidak Perlu dan Berbahaya

Sebuah studi dilakukan di Jakarta (2006) pada 1.590 subjek (laki-laki 640 orang, perempuan 950 orang) usia 30-<50 tahun. Hasilnya cukup mengagetkan: 53,6% perempuan memiliki IMT >25 kg/m2, dan 59,4% perempuan memliki lingkar pinggang >80 cm. Dengan kata lain, 5 dari 10 perempuan mengalami obesitas dan 6 dari 10 mengalami obesitas sentral. Faktor-faktor risiko penyakit kardiovaskular seperti lingkar pinggang, gula darah, kolesterol ‘jahat’ LDL, trigliserida dan asam urat, lebih tinggi pada perempuan dengan obesitas ketimbang perempuan dengan BB normal.

Demikian pula risiko terhadap DM dan sindrom metabolik (SM). Pada perempuan dengan BB normal, risiko terhadap DM hanya 7,5% dan 8,9% untuk SM. Pada perempuan obes, risiko terhadap DM jadi dua kali lipat: 15,1%; untuk SM risikonya meningkat hingga 4x lipat: 39,4%. “Hanya dengan berbeda BB, profil kesehatannya jauh berbeda,” imbuh dr. Dyah. 

Baca juga: Gangguan Seksual Vaginismus akibat Diabetes

SM sendiri merupakan sekumpulan gangguan metabolik, atau bisa juga disebut pre diabetes. Ini mencakup obesitas perut, tekanan darah tinggi/hipertensi (130/85 mmHg), trigliserida >150 mg/dl, kolesterol ‘baik’ HDL <50 mg/dl (untuk perempuan), dan glukosa puasa >100 mg/dl. Disebut menderita SM bila memiliki minimal tiga dari gangguan ini.

Adapun DM2, terjadi akibat resistensi insulin. Yakni, kemampuan sel-sel tubuh menangkap insulin berkurang, atau tubuh tidak lagi peka terhadap insulin; ini jamak terjadi akibat penumpukan lemak. Padahal, insulin adalah hormon yang bertugas memasukkan gula di darah ke dalam sel untuk dibakar menjadi energi. Karena gula sulit masuk ke sel, maka kadar gula darah menjadi terus tinggi. DM2 berhubungan dengan komplikasi serius seperti stroke dan serangan jantung.

 

Baca juga:
Penting, Menghindari Diabetes saat Hamil
-
 Dampak Obesitas pada Perempuan Usia Reproduktif