Ibu Kurang Gizi saat Hamil, Ini Risikonya | OTC Digest
nutrisi_kehamilan_ibu_anak

Ibu Kurang Gizi saat Hamil, Ini Risikonya

Oktober 1944. Tentara Jerman yang menduduki Belanda, menutup jalur makanan dan bahan bakar ke negeri Kincir Angin itu, sebagai balasan karena Belanda enggan membantu Nazi. Terjadi bencana kelaparan yang dikenal sebagai Hunger Winter, mengakibatkan +18.000 orang meninggal. Ternyata, dampaknya tidak berhenti sampai di situ. Lebih dari 20 tahun kemudian ditemukan, bencana tersebut meningkatkan risiko skizofrenia (gila) hingga 2x lipat, pada kelompok populasi yang lahir pada 15 Oktober-31 Desember 1945 (studi oleh Hoek, dkk (1996) dan Susser, dkk (1998)).

Berbagai penelitian di banyak negara juga menunjukkan, bayi yang lahir dengan berat badan rendah (berat bayi lahir rendah/BBLR, kurang dari 2.500 gr) dan/atau pendek ketika lahir, lebih berisiko terhadap penyakit jantung, diabetes melitus tipe 2, hipertensi dan dislipidemia. Sedangkan Mittendorfer-Rutz, dkk (2004) menyebutkan, BBLR berhubungan dengan kejadian bunuh diri.

(Baca juga: Menikah, Persiapkan Kehamilan dengan Vaksinasi

Hal di atas merupakan bukti bahwa pertumbuhan janin selama dalam kandungan, berperan besar terhadap kesehatannya di masa mendatang. Menurut Dr. med. Damar Prasmusinto, Sp.OG (K), kehamilan memberikan risiko terhadap ibu dan anak, baik selama kehamilan mau pun dalam jangka panjang. “BBLR dan/atau prematur bisa menjadi indikasi bahwa organ bayi belum berkembang sempurna, sehingga meningkatkan risiko terhadap berbagai gangguan kesehatan,” tuturnya.

Kualitas sel telur atau sperma anak juga ditentukan ketika ia masih berada dalam kandungan. Dengan kata lain, kesehatan dan kecerdasan cucu kita turut dipengaruhi oleh kondisi anak kita saat ia tumbuh dan berkembang di rahim.

Masih ada risiko kematian jangka pendek, yakni kematian neonatus (AKN), bayi (AKB), dan balita (AKABA). Untuk AKN, berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, angkanya mencapai 19/1.000 kelahiran hidup. Adapun AKB berdasarkan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) 2015 nilainya 22,23 per 1.000 kelahiran hidup, dan untuk AKABA 26,29 per 1.000 kelahiran hidup. Keduanya memang sudah memenuhi target MDGs (Milenium Development Goals), tapi kita tetap tidak boleh lengah. Mencuatnya kasus gizi buruk yang terjadi di Asmat baru-baru ini memperlihatkan bahwa daerah pelosok di Indonesia masih menghadapi ancaman gizi buruk.

(Baca juga: Pentingnya Merencanakan dan Mempersiapkan Kehamilan

Adapun risiko bagi ibu meliputi perdarahan pasca persalinan, pre/eklamsia, diabetes gestasional (diabetes saat hamil) dan infeksi. SUPAS 2015 mencatat, angka kematian ibu (AKI) di Indonesia mencapai 305 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Ini sangat disayangkan, mengingat angkanya pernah lebih baik pada 2007 (228/100.000 kelahiran). AKI utamanya disebabkan perdarahan saat persalinan. Risiko ini mengancam ibu yang kekurangan gizi selama hamil, khususnya zat besi, yang membuat ibu menderita anemia.

Risiko jangka panjang  juga mengkhawatirkan. “Ibu yang menderita pre/eklamsia saat hamil, di usia 40-50 tahun berisiko terhadap penyakit jantung jika tidak menjaga pola hidup dan pola makannya,” tutur dr. Damar. Selain itu, ibu yang mengalami diabetes gestasional berisiko mengalami diabetes ‘betulan’ di masa mendatang.

Lantas, apa yang bisa dilakukan untuk menimimalkan risiko-risiko di atas? Baca penjelasannya di sini. (nid)