Daging Kambing Sebabkan Hipertensi, Mitos atau Fakta? | OTC Digest

Daging Kambing Sebabkan Hipertensi, Mitos atau Fakta?

Awas jangan makan daging kambing, nanti hipertensi.

Larangan ini kerap kita dengar, akibatnya kita memilih menghindari makan daging kambing, atau bagi penyuka kambing rasa waswas menyertai saat menyantapnya. Tapi benarkah daging kambing memicu darah tinggi?

Hasil perbandingan dari Alabama Cooperative Extension System antara daging kambing, domba, sapi dan ayam mengatakan bahwa lemak jenuh pada kambing adalah yang terendah dibanding yang lain. Daging domba menjadi yang tertinggi, disusul sapi dan ayam.

Dalam takaran 3 ons (85 gram), lemak dalam daging kambing sebanyak 2,6 gram. Sementara domba 8,1 gram, sapi 7,9 gram dan ayam 6,3 gram.

Selain itu, untuk zat besi, daging kambing juga lebih banyak. Dengan porsi 100 gram, daging kambing terkandung 3,73 gram zat besi, sedangkan daging sapi hanya 2,24 miligram. Kemudian, zinc pada daging kambing sebesar 5,27 miligram dan sapi 4,61 miligram.

Daging kambing diketahui memiliki perbandingan lemak tak jenuh yang lebih tinggi dibanding lemak jenuhnya. Studi klinis yang dilakukan oleh Harvard University menyatakan bahwa lemak tak jenuh membantu menyeimbangkan kadar kolesterol darah, mengurangi inflamasi, dan menstabilkan detak jantung.

Walau mengandung lemak jenuh lebih sedikit bukan berarti kita bebas menyantapnya. Misalnya, dalam satu porsi sate kambing (10 tusuk) kira-kira beratnya bisa 200-300 gram, tergantung dari potongan dagingnya.

Sementara jika makan satu potong empal / rendang (daging sapi) hanya sekitar 40-50 gram. Sehingga yang menyebabkan darah tinggi atau kolesterol kambuh bukan pada daging kambingnya, tetapi jumlahnya yang berlebihan .

Apalagi jika kita memilih bagian jeroan, babat atau otak. Kandungan lemak jenuh dan purin pada jeroan sangat tinggi. Selain berisiko menaikkan tekanan darah, juga kolesterol dan asam urat. Barengilah dengan menyantap aneka buah dan sayur yang kaya serat untuk mengikat lemak. (jie)